otonomi daerah
Pengertian
otonomi daerah
Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain pengertian
otonomi daerah sebagaimana disebutkan diatas, kita juga dapat menelisik
pengertian otonomi daerah secara harafiah. Otonomi daerah berasal dari kata
otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos
dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang,
sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau
kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan
daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Kesimpulan
Dari beberapa pengertian
otonomi daerah yang diberikan diatas, dapat dilihat bahwa secara
umum seluruh pengertian tersebut dirangkum, maka akan tampak unsur-unsur sebagai
berikut:
Pertama : adanya kewenangan atau
kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengurus atau mengatur
sendiri daerahnya.
Kedua : kebebasan atau kewenangan
tersebut, merupakan pemberian dari pemerintah pusat dan karenanya harus tunduk pada
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau secara nasional.
Ketiga : kebebasan atau kewenangan
yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah bertujuan
untuk kemudahan pemanfaatan potensi lokal dalam rangka mensejahterakan masyarakat.
Tujuan otonomi daerah
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain
adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam
menangani urusan daerah. Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari,
memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat
daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu
berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan
mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan
desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal.
Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga
kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan
semakin kuat.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik.
2. Pengembangan kehidupan demokrasi.
3. Keadilan.
4. Pemerataan.
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah
serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran
serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Manfaat Otonomi Daerah
1.
Pelaksanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan Masyarakat
di Daerah yang bersifat heterogen.
2.
Memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat
terstruktur dari pemerintah pusat.
3.
Perumusan kebijaksanaan dari pemerintah akan lebih realistik.
4.
Peluang bagi pemerintahan serta lembaga privat dan masyarakat di
Daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan managerial.
5.
Dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di Pusat dengan tidak
lagi pejabat puncak di Pusat menjalankan tugas rutin karena hal itu dapat
diserahkan kepada pejabat Daerah.
Peraturan perundangan tentang otonomi
daerah
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 2
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing
mempunyai pemerintahan daerah.
(2) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan
otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah.
BAB II
PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Pembentukan Daerah
Pasal 4
(1) Pembentukan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undangundang. (2)
Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan
urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan
DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta
perangkat daerah.
(3) Pembentukan daerah dapat berupa
penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau
pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
(4) Pemekaran dari satu daerah
menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat dilakukan setelah mencapai
batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 5
(1) Pembentukan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik
kewilayahan.
(2) Syarat administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD
kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi,
persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam
Negeri.
(3) Syarat administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya
persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta
rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
(4) Syarat teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah
yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial
politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan
provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan
4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan
prasarana pemerintahan.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Daerah
Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi,
daerah mempunyai hak:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 22
Dalam menyelenggarakan otonomi,
daerah mempunyai kewajiban:
a. melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan
pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar
pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan
sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata
ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya
produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi
kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Beberapa contoh pelanggaran otonomi daerah
Pendidikan Anak Putus Sekolah
Pemerintah Kabupaten Solok, Sumatera
Barat, menargetkan tidak ada lagi anak putus sekolah di daerah itu pada tahun
2015.
“Sebagai mana yang tertuang dalam
Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Solok, kita
menargetkan pada tahun 2015 seluruh anak harus bisa menamatkan minimal sekolah
menengah atas (SMA),” kata Bupati Solok Syamsu Rahim di Arosuka, Minggu.
Menurut dia,
masih adanya anak putus sekolah di daerah ini tergambar dari data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2010, dimana penduduk miskin mencapai 40.819 jiwa, dan
pada umumnya mereka berpendidikan tamatan sekolah menengah pertama (SMP), dan
bahkan sebagian besar tidak tamat sekolah dasar (SD).
“Ini harus segera kita atasi,
sehingga ke depannya semua anak bisa sekolah dan membangun perekonomian yang
lebih baik,” katanya.
Dia menyatakan, pada umumnya anak
yang putus sekolah tersebut tersebar di nagari (desa adat) yang saat ini masih
terisolasi, salah satu penyebabnya di samping kehidupan miskin juga akibat
terisolasi.
“Sarana dan prasarana pendidikan di
daerah pinggiran itu juga belum memadai, seperti infrastruktur pendidikan dan
tenaga pendidik, setidaknya 22 dari 24 nagari masih dalam kategori terisolir,
dan ini juga menjadi prioritas pemkab ke depannya,” ujarnya.
Lebih lanjut Syamsu Rahim
menyampaikan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong
percepatan pendidikan di nagari-nagari terisolir tersebut.
“Salah satunya saat ini kita juga
tengah merampungkan pembangunan SMA di daerah terisolir yaitu kecamatan Tigo
Lurah,” katanya.
Selain itu, imbuhnya, pihaknya juga
akan merekrut tenaga pendidikan untuk ditempatkan di daerah terisolir tersebut
sehingga kekurangan tenaga pendidikan tidak ditemukan lagi.
“Pada APBD 2013 mendatang kita
menganggarkan dana khusus untuk insentif tenaga pendidikan yang mau mengabdi di
daerah terisolir dan mereka berasal dari putra daerah
Banyak Pelanggaran hukum di Daerah
Pertambangan, Pengamat Pertambangan Tuntut UU Otonomi daerah Direvisi
Sabtu, 11 Agustus 2012 - 17:40
Jakarta, Seruu.com - Implikasi dari UU Otonomi Daerah (Otda) (UU
No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah) telah menyebabkan Bupati merasa
memiliki hak seluas-luasnya terhadap daerah hingga mengakibatkan banyaknya IUP
yang menimbulkan tumpang tindih lahan pertambangan
Pengamat pertambangan, Marwan Batubara mengatakan UU tersebut perlu
dikoreksi dan wewenang Bupati harus dipangkas tidak dibolehkan untuk berikan
ijin karena faktanya disalahgunakan.
“Kalau revisi tersebut disahkan yang menolak bukan cuma bupati di daerah, tapi juga investor dan para pengusaha akan merasa terganggu kepentingannya. Tapi masyarakat sipil bisa diadvokasi untuk penolakan itu,” jelas Marwan saat dihubungi wartawan Sabtu (11/10/12) pagi tadi.
Pencaplokan lahan pertambangan milik negara ini jelas melanggar hukum dan menyebabkan banyak kerugian. Adapun beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan pada lahan pertambangan milik BUMN di Konawe utara aturan yang dilanggar antara lain adalah:
· SK Dirjen Pertambangan Umum Nomor 849-K/23.01/DJP/1999 yang memberikan Ijin Penyelidikan Umum dan menetapkan Antam sebagai pemilik lahan KW 99STP.057;
· SK Menteri ESDM No.115/30/MEM.B/2008 yang menetapkan pemberian ijin khusus kegiatan pertambangan kepada Antam di wilayah KP Konawe;
· PP No.75 Tahun 2001 Pasal 67 huruf a, menetapkan KP yang diterbitkan oleh Pusat sebelum tanggal 1 Januari 2001 tetap berlaku sampai berakhirnya masa kontrak;
“Kalau revisi tersebut disahkan yang menolak bukan cuma bupati di daerah, tapi juga investor dan para pengusaha akan merasa terganggu kepentingannya. Tapi masyarakat sipil bisa diadvokasi untuk penolakan itu,” jelas Marwan saat dihubungi wartawan Sabtu (11/10/12) pagi tadi.
Pencaplokan lahan pertambangan milik negara ini jelas melanggar hukum dan menyebabkan banyak kerugian. Adapun beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan pada lahan pertambangan milik BUMN di Konawe utara aturan yang dilanggar antara lain adalah:
· SK Dirjen Pertambangan Umum Nomor 849-K/23.01/DJP/1999 yang memberikan Ijin Penyelidikan Umum dan menetapkan Antam sebagai pemilik lahan KW 99STP.057;
· SK Menteri ESDM No.115/30/MEM.B/2008 yang menetapkan pemberian ijin khusus kegiatan pertambangan kepada Antam di wilayah KP Konawe;
· PP No.75 Tahun 2001 Pasal 67 huruf a, menetapkan KP yang diterbitkan oleh Pusat sebelum tanggal 1 Januari 2001 tetap berlaku sampai berakhirnya masa kontrak;
· PP No.32 Tahun 1969 tentang hak prioritas Antam untuk melanjutkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi atas ijin penyelidikan umum yang telah dimiliki;
· UU No.4/2009 Pasal 119, karena Bupati Konut membatalkan IUP Antam tanpa sebab yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Tidak Cuma pelanggaran hukum, lihat saja negara kita kehilangan aset dan prospek keuntungan, kehilangan pendapatan negara dari pajak dan mungkin juga royalti karena cukup banyak IUP yang menggelapkan pajak. PAD bagian daerah juga tidak jelas kalau bisa mereka akan kurangi biaya dan manipulasi pajak oleh IUP, kerusakan lingkungan pasti terjadi karena umumnya tidak dilakukan reklamasi (good mining practice),” ungkap Marwan.
Marwan juga sampaikan keluhan Gubernur Sulawesi Tenggara, nur Alam yang menginginkan peraturan ini dirubah karena bupati seringkali mengabaikannya karena merasa punya otoritas dan gubernur hanya sebagai pelengkap.
“Dikeluhkan oleh beliau banyak penyelewengan tentang pajak, gubernur keluhkan pajak ini apakah di daerah atau pusat yang control? Umumnya pengusaha ngakunya di pusat tapi praktreknya pusat juga tidak tahu, lolos juga akhirnya," tandasnya. [Ain]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar