Kamis, 05 Desember 2013

pendidikan

otonomi daerah




Pengertian otonomi daerah
Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain pengertian otonomi daerah sebagaimana disebutkan diatas, kita juga dapat menelisik pengertian otonomi daerah secara harafiah. Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi  berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri  atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.

Kesimpulan
Dari beberapa pengertian otonomi daerah yang diberikan diatas, dapat dilihat bahwa secara umum seluruh pengertian tersebut dirangkum, maka akan tampak unsur-unsur sebagai berikut:
Pertama : adanya kewenangan atau kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengurus atau mengatur sendiri daerahnya.

Kedua : kebebasan atau kewenangan tersebut, merupakan pemberian dari pemerintah pusat dan karenanya harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau secara nasional.

Ketiga : kebebasan atau kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada  pemerintah daerah bertujuan untuk kemudahan pemanfaatan potensi lokal dalam rangka mensejahterakan masyarakat.









Tujuan otonomi daerah

Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
2. Pengembangan kehidupan demokrasi.
3. Keadilan.
4. Pemerataan.
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.



Manfaat Otonomi Daerah
1.      Pelaksanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan Masyarakat di Daerah yang bersifat heterogen.
2.      Memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat terstruktur dari pemerintah pusat.
3.      Perumusan kebijaksanaan dari pemerintah akan lebih realistik.
4.      Peluang bagi pemerintahan serta lembaga privat dan masyarakat di Daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan managerial.
5.      Dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan di Pusat dengan tidak lagi pejabat puncak di Pusat menjalankan tugas rutin karena hal itu dapat diserahkan kepada pejabat Daerah.























Peraturan perundangan tentang otonomi daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
2. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 2
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
(2) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.






BAB II
PEMBENTUKAN DAERAH DAN KAWASAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Pembentukan Daerah
Pasal 4
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undangundang. (2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah.
(3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
(4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 5
(1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
(2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
(3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya
persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
(4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Daerah
Pasal 21
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.





Beberapa contoh pelanggaran otonomi daerah

Pendidikan Anak Putus Sekolah
Pemerintah Kabupaten Solok, Sumatera Barat, menargetkan tidak ada lagi anak putus sekolah di daerah itu pada tahun 2015.
“Sebagai mana yang tertuang dalam Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Solok, kita menargetkan pada tahun 2015 seluruh anak harus bisa menamatkan minimal sekolah menengah atas (SMA),” kata Bupati Solok Syamsu Rahim di Arosuka, Minggu.
Pendidikan Anak Putus SekolahMenurut dia, masih adanya anak putus sekolah di daerah ini tergambar dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, dimana penduduk miskin mencapai 40.819 jiwa, dan pada umumnya mereka berpendidikan tamatan sekolah menengah pertama (SMP), dan bahkan sebagian besar tidak tamat sekolah dasar (SD).
“Ini harus segera kita atasi, sehingga ke depannya semua anak bisa sekolah dan membangun perekonomian yang lebih baik,” katanya.
Dia menyatakan, pada umumnya anak yang putus sekolah tersebut tersebar di nagari (desa adat) yang saat ini masih terisolasi, salah satu penyebabnya di samping kehidupan miskin juga akibat terisolasi.
“Sarana dan prasarana pendidikan di daerah pinggiran itu juga belum memadai, seperti infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik, setidaknya 22 dari 24 nagari masih dalam kategori terisolir, dan ini juga menjadi prioritas pemkab ke depannya,” ujarnya.
Lebih lanjut Syamsu Rahim menyampaikan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong percepatan pendidikan di nagari-nagari terisolir tersebut.
“Salah satunya saat ini kita juga tengah merampungkan pembangunan SMA di daerah terisolir yaitu kecamatan Tigo Lurah,” katanya.
Selain itu, imbuhnya, pihaknya juga akan merekrut tenaga pendidikan untuk ditempatkan di daerah terisolir tersebut sehingga kekurangan tenaga pendidikan tidak ditemukan lagi.
“Pada APBD 2013 mendatang kita menganggarkan dana khusus untuk insentif tenaga pendidikan yang mau mengabdi di daerah terisolir dan mereka berasal dari putra daerah

Banyak Pelanggaran hukum di Daerah Pertambangan, Pengamat Pertambangan Tuntut UU Otonomi daerah Direvisi

Sabtu, 11 Agustus 2012 - 17:40 http://data.seruu.com/images/thumbs/article/2012/08/11/marwan.jpg
Jakarta, Seruu.com - Implikasi dari UU Otonomi Daerah (Otda) (UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah) telah menyebabkan Bupati merasa memiliki hak seluas-luasnya terhadap daerah hingga mengakibatkan banyaknya IUP yang menimbulkan tumpang tindih lahan pertambangan
Pengamat pertambangan, Marwan Batubara mengatakan UU tersebut perlu dikoreksi dan wewenang Bupati harus dipangkas tidak dibolehkan untuk berikan ijin karena faktanya disalahgunakan.

“Kalau revisi tersebut disahkan yang menolak bukan cuma bupati di daerah, tapi juga investor dan para pengusaha akan merasa  terganggu kepentingannya. Tapi masyarakat sipil bisa diadvokasi untuk penolakan itu,” jelas Marwan saat dihubungi wartawan  Sabtu (11/10/12) pagi tadi.

Pencaplokan lahan pertambangan milik negara ini jelas melanggar hukum dan menyebabkan banyak kerugian. Adapun beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan pada lahan pertambangan milik  BUMN di Konawe utara aturan yang dilanggar antara lain adalah:

· SK Dirjen Pertambangan Umum Nomor 849-K/23.01/DJP/1999 yang memberikan Ijin Penyelidikan Umum dan menetapkan Antam sebagai pemilik lahan KW 99STP.057;

· SK Menteri ESDM No.115/30/MEM.B/2008 yang menetapkan pemberian ijin khusus kegiatan pertambangan kepada Antam di wilayah KP Konawe;

· PP No.75 Tahun 2001 Pasal 67 huruf a, menetapkan KP yang diterbitkan oleh Pusat sebelum tanggal 1 Januari 2001 tetap berlaku sampai berakhirnya masa kontrak;

· PP No.32 Tahun 1969 tentang hak prioritas Antam untuk melanjutkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi atas ijin penyelidikan umum yang telah dimiliki;

· UU No.4/2009 Pasal 119, karena Bupati Konut membatalkan IUP Antam tanpa sebab yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Tidak Cuma pelanggaran hukum, lihat saja negara kita kehilangan aset dan prospek keuntungan, kehilangan pendapatan negara dari pajak dan mungkin juga royalti karena cukup banyak IUP yang menggelapkan pajak. PAD bagian daerah juga tidak jelas kalau bisa mereka akan kurangi biaya dan manipulasi pajak oleh IUP, kerusakan lingkungan pasti terjadi karena umumnya tidak dilakukan reklamasi (good mining practice),” ungkap Marwan.

Marwan juga sampaikan keluhan Gubernur Sulawesi Tenggara, nur Alam yang menginginkan peraturan ini dirubah karena bupati seringkali mengabaikannya karena merasa punya otoritas dan gubernur hanya sebagai pelengkap.
“Dikeluhkan oleh beliau banyak penyelewengan tentang pajak, gubernur keluhkan pajak ini apakah di daerah atau pusat yang control? Umumnya pengusaha ngakunya di pusat tapi praktreknya pusat juga tidak tahu, lolos juga akhirnya," tandasnya. [Ain]

















 


Pemerintah Daerah Pelanggar HAM Tertinggi Tahun 2010

Komnas HAM berpendapat banyak Pemda tidak memahami prinsip-prinsip HAM dalam penyusunan kebijakan publik.Perda yang dibuat tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip HAM bisa merugikan masyarakat.
Dalam catatan akhir tahunnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan bahwa pemerintah daerah merupakan pelanggar HAM tertinggi pada tahun 2010.
Selama Januari hingga Oktober 2010, setidaknya Komnas HAM menerima 2.000 pengaduan kasus  pelanggaran HAM dari seluruh wilayah Indonesia. Pihak yang banyak diadukan adalah pemerintah daerah, sebanyak 1.000 kasus, baik pelanggaran HAM yang berdimensi sipil, politik maupun ekonomi, sosial dan budaya.
Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim menilai hal tersebut disebabkan para penyelenggara pemerintahan daerah tidak sensitif terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Pelanggaran yang dilakukan pemerintah daerah banyak dilakukan pada kasus sengketa lahan dalam konteks perkebunan dan pertambangan. Selain itu pemerintah daerah juga sangat lemah terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam penyusunan kebijakan publik di daerah dalam bentuk perda.
Hingga tahun 2010, ribuan perda diprotes oleh masyarakat di daerah karena telah menjerat dan memperberat beban sosial dan ekonomi, serta memicu munculnya kekerasan dan konflik vertikal maupun horizontal di tengah masyarakat.
“Karena sekarang yah sejak desentralisasi itu pemerintah daerah juga punya peranan dalam memberikan izin-izin perusahaan tambang, izin perusahaan perhutanan dan sebagainya. Pemerintah daerah berfungsi sebagai regulator, dia juga menjadi pihak yang sangat aktif memberikan perlindungan terhadap korporasi yang invest di daerahnya itu. Diluar sengketa lahan yah, lebih banyak memang peraturan-peraturan daerah yang dibuat  untuk mengontrol perilaku masyarakatnya,” ungkap Ifdal Kasim.
Menurut Ifdal Kasim kasus konflik sengketa lahan yang melibatkan pemerintah daerah paling banyak terjadi di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jambi dan Kepulauan Riau.
“Kekerasan maupun tindakan-tindakan penyiksaan, penembakan dan sebagainya itu juga terjadi dalam konteks konflik kepemilikan lahan, itu sangat tinggi di daerah Sumur, Sulut, Jambi dan Keppri. Nah ini semua basisnya konflik lahan,” jelas Ifdal Kasim.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Ode Ida mengatakan sistem desentralisasi yang ditandai dengan proses pembangunan di daerah sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dan saling terkait dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
Banyaknya pemerintah daerah yang melakukan pelanggaran HAM menurut La Ode Ida salah satunya disebabkan tidak adanya pengawasan pemerintah pusat ke daerah pasca otonomi daerah dilakukan.
“Kewenangan pusat melakukan supervisi kepada daerah. Jangankan melakukan supervisi, instrumen untuk melakukan supervisi dalam pembuatan kebijakanpun tidak ada,” ujar La Ode Ida.
Ifdal Kasim mengatakan pihaknya akan terus memberikan pemahaman tentang HAM kepada kepala daerah melalui workshop dan sejumlah kegiatan lainnya.




https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQMACdAhqJ9tYACCg1p-t0clC-bwdYYysjAATQMUnsVWAFFL8yT



kesimpulan
Otonomi dengan kekuatan yang memenuhi segala aspek, baik ekonomi,
sosial dan politik akan membawa masyarakat kepada kesejahteraan hidup,
karena pemerintah akan lebih cepat menemukan berbagai permasalahan sekaligus pemecahannya dengan kekuatan aspek-aspek tersebut.




Tidak ada komentar: